Kotabaru, -Liputanpemburu.id. Bermula dari pendampingan perkara Junaide, warga Sesulung, yang telah menjalani persidangan dan mendekam di tahanan atas kejahatan yang tidak pernah dilakukannya. Ia dituduh mencuri kelapa sawit di sebuah blok F59 Kebun Plasma milik perusahaan PT. PSA Paripurna Swakarsa yang terletak di Pondok Labu. Berkat kegigihan kuasanya dalam pembelaan, akhirnya Junaide dibebaskan oleh Majelis Hakim setelah lima bulan dipenjara dan dinyatakan tidak terbukti bersalah.
Pembuktian demi pembuktian berlangsung di ruang sidang. Baik pengacara maupun jaksa sama-sama saling menguji keyakinan melalui fakta persidangan. Hingga akhirnya, Junaide yang dituduh melakukan pencurian bersama Arsyad melayangkan keberatan, karena baginya kasus tersebut sarat rekayasa. Ia meminta agar Arsyad dihadirkan ke ruang persidangan.
Permintaan itu dipenuhi oleh kuasa hukumnya, M. Hafidz Halim, S.H., yang akrab disapa Bang Naga. Saat pemeriksaan saksi dari terdakwa, Arsyad pun dihadirkan. Di hadapan majelis, ia dengan tegas menyatakan bahwa dirinya tidak mencuri dan bukan DPO. Namun drama terjadi usai sidang. Kity Tokan, yang kala itu menjabat KBO Reskrim Polres Kotabaru Kalimantan Selatan, bersama timnya melakukan penangkapan terhadap Arsyad di area pengadilan tanpa surat resmi.
Situasi mendadak mencekam. Bang Naga dengan penuh pertaruhan mencoba mempertahankan Arsyad agar tidak ditangkap sewenang-wenang, tetapi Kity Tokan yang didampingi sekitar lima polisi berhasil memborgol tangan Arsyad dan memasukkannya ke dalam mobil. Saksi mata kala itu menggambarkan suasana yang begitu tegang. Bang Naga tetap bersikukuh di hadapan Kity Tokan bahwa saksi yang ia hadirkan tidak bersalah, namun Kity Tokan bersikeras membawa Arsyad ke Polres Kotabaru untuk diperiksa.
Bayangkan, advokat yang sejak pagi sudah mati-matian memperjuangkan kliennya di persidangan, kemudian harus kembali mendampingi klien yang sama di kantor kepolisian akibat penangkapan yang tidak prosedural. Setelah dilakukan pemeriksaan dan gelar perkara, ternyata Arsyad tidak terbukti bersalah dan akhirnya dilepaskan sekitar pukul 01.00 WITA dini hari.
Meskipun kondisi penangkapan Arsyad jelas-jelas cacat prosedur, M. Hafidz Halim, S.H. memilih tidak melaporkan Kity Tokan ke Propam. Ia masih menghargai penegak hukum, meski di sisi lain Kity Tokan justru menaruh dendam terhadapnya dan diduga diam-diam melakukan upaya rekayasa. Ironisnya, siang sebelum peristiwa itu, seorang oknum polisi sempat menyodorkan senjata api kepada kuasa hukum Arsyad, yakni M. Hafidz Halim, S.H., di depan pengadilan. Aksi itu kian memperkeruh suasana dan menambah bara dalam perselisihan.
Dari situlah ketegangan antara penyidik Kity Tokan dan M. Hafidz Halim, S.H. semakin membesar. Persidangan Junaide yang semestinya hanya menguji fakta hukum berubah menjadi arena adu nyali antara advokat dan aparat. Namun di tengah tekanan itu, perjuangan tidak sia-sia. Setelah Arsyad dinyatakan bebas, hal menggembirakan juga menyusul: Junaide divonis bebas oleh majelis hakim, bahkan hingga tingkat kasasi putusan inkracht tetap menyatakan ia tidak bersalah.
Kisah ini pun menjadi catatan bahwa perselisihan antara Bang Naga dan Kity Tokan lahir dari ruang sidang Kotabaru, berawal dari pembelaan seorang advokat terhadap kliennya yang dituduh tanpa bukti, hingga berujung pada drama hukum yang masih meninggalkan jejak hingga kini.
( Red )
Social Header