*Arsyad Mengaku Diculik Polisi Kity Tokan Usai Bersidang Di Pengadilan Negeri*
*Polisi Kity Tokan Dilaporkan Ke Propam Polda Kalsel Terkait Penculikan Saksi*
BANJARBARU, – Liputanpemburu.id
Peristiwa tak lazim terjadi di Pengadilan Negeri Kotabaru, Kalimantan Selatan. Seorang nelayan bernama Arsyad bin Baharudin (40) mendadak ditangkap aparat kepolisian sesaat setelah selesai memberikan kesaksian dalam sidang pidana pada Rabu, 22 September 2021. Penangkapan itu kini berbuntut panjang. Melalui kuasa hukumnya, Arsyad melaporkan sejumlah anggota Polres Kotabaru ke Bidang Propam Polda Kalimantan Selatan dengan tuduhan pelanggaran prosedur dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berupa penculikan.
Video penangkapan tersebut sempat viral di Facebook, TikTok, dan Instagram, hingga menjadi sorotan publik. Peristiwa itu diduga berawal dari keberanian Arsyad memberikan kesaksian untuk membela kakaknya, Junaide, yang dituduh mencuri buah kelapa sawit milik PT Paripurna Swakarsa (PSA) di Desa Senipah, Kecamatan Pamukan Utara, Kabupaten Kotabaru.
Menurut kesaksian Arsyad kepada media ini, usai memberikan keterangan di pengadilan, ia disergap oleh IPDA Kity Tokan bersama sekitar lima anggota polisi lainnya. Ia mengaku diseret, diborgol, dan dipaksa masuk ke mobil Daihatsu Xenia berpelat DA 1521 BL. Arsyad mengatakan dirinya dilempar ke dalam bagasi dalam posisi tertunduk hingga akhirnya sempat mengalami kontak fisik. Tak lama kemudian, kuasa hukumnya datang dan berdebat dengan polisi untuk membebaskannya.
“Saya melihat Pak Halim berjuang untuk saya waktu itu. Karena kalah tenaga, beliau tergeser ke samping. Saya lihat pengacara saya ditodong pistol tapi tetap berani memperjuangkan saya. Mobil ditutup, saya dibawa ke Polres, tapi di tengah jalan borgol saya dilepas. Lalu saya disuruh foto sambil mengangkat tangan. Saya trauma sampai sekarang, saya mau keadilan,” ujar Arsyad.
Ia pun meminta perhatian Presiden Prabowo Subianto, Kapolri, dan Komisi Hukum DPR RI agar memecat IPDA Kity Tokan yang disebutnya menculik dirinya.
Pada Senin, 6 Oktober 2025, tim kuasa hukum Arsyad dari Kantor Advokat Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. & Rekan resmi melaporkan IPDA Kity Tokan, eks KBO Reskrim Polres Kotabaru yang kini menjabat Kapolsek Sungai Loban Kabupaten Tanah Bumbu, ke Propam Polda Kalimantan Selatan. Mereka juga melayangkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Kapolda Kalsel, yang kemudian diteruskan kepada Presiden RI, Ketua Baleg DPR RI, Ketua Komisi Hukum DPR RI, Kapolri, Kompolnas, dan Komnas HAM.
Laporan tersebut teregister dengan Nomor SPSP2/X/2025/SUBBAGYANDUAN, ditandatangani oleh Bripka Akta Wiraguna, Ps. Pamin 2 Subbagyanduan Bidpropam Polda Kalsel. Dalam surat pengaduannya, pengacara M. Hafidz Halim, S.H. alias Bang Naga menjelaskan bahwa peristiwa itu mencederai prinsip hukum dan profesionalitas kepolisian. Menurutnya, insiden terjadi sekitar pukul 13.40 WITA, sesaat setelah Arsyad memberikan kesaksian a de charge (meringankan) untuk terdakwa Junaide.
“Tim yang dipimpin oleh IPDA Kity Tokan langsung menyergap Arsyad di ruang tamu pengadilan tanpa peringatan. Ini mencederai marwah peradilan,” kata Halim.
Lebih lanjut, Halim menyebut Junaide dan Arsyad adalah kakak beradik yang sama-sama tidak bersalah.
“Junaide bebas murni karena tidak terbukti mencuri buah sawit sebagaimana putusan hakim Pengadilan Negeri Kotabaru. Sedangkan Arsyad dilepas demi hukum karena Kity Tokan gagal membuktikan tuduhannya setelah gelar perkara,” tegasnya.
Dalam sebuah video rekaman ponsel yang diterima media ini, tampak M. Hafidz Halim mencoba mempertahankan kliennya di lokasi kejadian. Namun, situasi semakin memanas hingga ia mengaku ditodong pistol oleh salah satu anggota polisi.
Sementara itu, Dedi Ramdany, S.H., rekan Halim, menyebut IPDA Kity Tokan tidak mampu menunjukkan surat penangkapan atau surat DPO di depan mereka.
“Mereka hanya membawa map merah dan menolak memperlihatkan isinya,” ujar Dedi.
Arsyad sendiri dituduh terlibat dalam kasus pencurian sawit pada 3 Mei 2021, berdasarkan laporan polisi lama. Namun setelah diperiksa semalaman tanpa bukti kuat, ia dibebaskan keesokan harinya. “Meski bebas, klien kami mengalami trauma berat dan kehilangan harga diri. Sampai kini ia sulit mencari pekerjaan karena takut bertemu polisi,” tutur Dedi.
Ia menambahkan, “Oknum seperti Kity Tokan ini ibarat duri dalam daging. Kalau tidak dicabut, institusi bisa infeksi. Demi perbaikan Polri, yang bersangkutan sebaiknya dipecat, ditangkap, dan diadili.”
Dalam pengaduannya ke Propam, pihak Arsyad menilai tindakan para oknum anggota polisi tersebut melanggar sejumlah pasal KUHP, antara lain Pasal 310 tentang pencemaran nama baik, Pasal 311 tentang fitnah, serta Pasal 328 dan 333 tentang perampasan kemerdekaan dan penculikan. Selain itu, mereka juga menuding adanya pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dan prinsip humanisme dalam penegakan hukum.
Hingga berita ini diterbitkan, Polda Kalimantan Selatan belum memberikan tanggapan resmi atas laporan tersebut. Namun, sumber internal menyebut bahwa Propam akan segera turun ke Polres Kotabaru untuk memeriksa pihak-pihak yang terlibat.
Kasus ini pun memicu sorotan publik terhadap praktik penegakan hukum di daerah. Banyak pihak menilai bahwa penangkapan terhadap saksi di pengadilan merupakan alarm serius atas lemahnya pengawasan prosedur dan perlindungan terhadap warga negara.
( Red )
Social Header